Pages

Banner 468 x 60px

 

Selasa, 16 Januari 2018

Wisata Religi Tasikmalaya

0 komentar

Kekayaan pariwisata Kota Tasikmalaya adalah maha karya yang terhampar di tenggara Provinsi Jawa Barat. Barisan gunung menjulang, danau yang tenang, dan bentang sawah yang hijau merupakan pesona keindahan alam Kota Tasikmalaya.

Kota Tasikmalaya memiliki 7 kelompok pariwisata, yaitu alam, religi, buatan, kriya, belanja, kuliner dan minat khusus.

Jarak dari Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, kurang lebih 105 Km dan dari Ibu Kota Negara Indonesia kurang lebih 225 Km.

Wisata religi merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat, kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ini banyak dilakukan perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam orang-orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dikeramatkan, ke tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib yang penuh legenda.

Bagi masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat peristirahatan terakhir arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu pada masa lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Makam, terutama makam tokoh sejarah , tokoh mitos, atau tokoh agama merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan.

Sudah menjadi rahasia umum apabila Tasikmalaya menjadi tujuan favorit wisata ziarah dan religi wisatawan. Tak hanya warga sekitar masyarakat dari daerah-daerah lain pun berduyun-duyun datang berkunjung. Maklum saja, sejumlah makam tokoh islam masa lampau bertebaran di Tasikmalaya. Salah satunya makam Eyang Prabudilaya Kusumah yang lokasinya berada di tengah-tengah Situ Gede. Situ gede merupakan danau dengan luas sekitar 47 hektare di Tasikmalaya, Jawa Barat. Objek wisata ini cukup populer karena menawarkan pemandangan indah, suasana tenang, dan lokasinya tak jauh dari pusat Kota Tasikmalaya. Di tengah-tengah situ terdapat sebuah pulau kecil (Pulau Nusa) dengan luas sekitar 1 hektare. Di pulau tersebut terdapat makam Eyang Prabudilaya Kusumah, seorang tokoh agama islam yang disegani dan dihormati oleh masyarakat Tasikmalaya. Untuk mengunjungi lokasi, pengunjung harus menyebrang ke pulau menggunakan rakit yang akan membawa wisatawan menyebrang ke pulau atau sekedar mengelilingi situ. Pengunjung yang datang tidak hanya berwisata religi tetapi sekaligus dapat menikmati keindahan alam Situ Gede. Tentunya selama naik rakit , pemandangan indah situ akan terlihat sejauh mata memandang.

Para wisatawan yang berkunjung ke makam Eyang Prabudilaya datang dengan tujuan dan motivasi yang bermacam-macam, mulai dari melakukan tawasul sampai dengan meminta sesuatu. Di samping makam Eyang Prabudilaya terdapat dua buah makam pengikutnya yaitu Jayakerta dan isterinya yang konon piawai nyinden karena itu tidak sedikit peziarah yang datang meminta supaya suaranya menjadi merdu. Tetapi, yang harus diketahui segala sesuatu itu tetap saja datangnya dari Allah swt.

Bersumber dari masyarakat sekitar, perjalanan Eyang Prabudilaya yang sampai dimakamkan di Pulau Nusa Situ Gede karena Eyang Prabudilaya ini merupakan tokoh yang dihormati masyarakat Tasikmalaya yang memiliki garis keturunan dengan wali. Dituturkan bahwa beliau memiliki 2 orang istri yang bernama Sekar Karembong yang dimakamkan di Bantar dan Sembahdalem yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaan makamnya karena konon menghilang begitu saja atau warga sekitar menyebutnya nilem.

Suatu ketika kedua istri Eyang Prabudilaya saling mencari karena sang suami menghilang dalam waktu yang lama. Istri pertama mencari ke tempat istri kedua begitupun sebaliknya istri kedua mencari ke tempat istri pertama, sehingga mereka memutuskan untuk mencari bersama-sama. Pencarian itu berbuah hasil, sang suami telah ditemukan ia sedang matigeni di suatu tempat kemudian oleh istrinya dibawa pergi untuk dibunuh. Eyang Prabudilaya Kusumah pun dibunuh oleh istrinya sehingga darahnya mengalir merah yang kini tempat terbunuhnya tersebut dinamakan Situ Cibeureum. Kemudian oleh para pengikutnya, Eyang Prabudilaya dibawa pergi dengan digotong atau orang sekitar menyebutnya dipangku menggunakan kain jarik (samping) yang diikatkan pada bambu panjang. Di tengah perjalanan bambu tersebut patah, tetapi dapat disambung kembali dengan menggunakan tanah lalu Eyang Prabudilaya digotong kembali oleh para pengikutnya. Sehingga sampai kini tempat menyambungkan bambu dengan tanah tersebut dinamakan Mangkubumi. Perjalanan pun dilanjutkan kembali, setelah cukup lama berjalan tiba-tiba para pengikutnya tersebut berjongkok, warga sekitar menyebutnya nagog sehingga hingga kini tempat tersebut dinamakan Nagrog. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan kembali dengan melewati suatu tempat yang udaranya sejuk atau warga sekitar menyebutnya tiis dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tempat peristirahatan tersebut sampai dengan sekarang disebut daerah Maniis. Setelah cukup lama beristirahat jenazah Eyang Prabudilaya digotong kembali hingga pada akhirnya dimakamkan di pulau yang terletak di tengah Situ Gede.

Masih bersumber dari warga, tinggi muka air pada bibir pulau di tengah Situ selalu sama meskipun pada musim kemarau atau hujan. Bahkan, keadaan tersebut tetap demikian di saat bagian Situ yang lainnya dalam keadaan kering.

Dengan adanya fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa Pulau tersebut dalam kondisi terapung. Terdapat juga mitos yang menyebutkan bahwa pasangan kekasih yang datang ke Situ Gede akan berakhir dengan perpisahan. Mitos lain yang beredar menyebutkan bahwa Situ Gede memiliki hubungan dengan Situ Panjalu yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis karena keberadaan ikan si kokol yang selalu berpindah-pindah tempat dari Situ Gede ke Situ Panjalu dan begitupun sebaliknya.

Sampai dengan saat ini tidak bisa dipastikan bahwa seluruh masyarakat setempat mengetahui betul akan cerita-cerita tempat tinggalnya di masa silam. Meskipun hanya secara singkat, tuturan-tuturan tersebut dapat dijadikan sebagai permulaan untuk selanjutnya digali kembali dengan lebih komprehensif dalam konteks sejarah yang unik sehingga mampu menarik minat wisatawan atau peziarah untuk datang ke Situ Gede. Selain sebagai objek wisata alam, Situ Gede juga bisa dijadikan sebagai wisata religi sekaligus wisata sejarah yang harus dijaga kelestarian dan keasriannya.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Jurnalis Muda © DKP (Mala) - 2018