Pages

Banner 468 x 60px

 

Selasa, 10 April 2018

Kekerasan Pada Anak

0 komentar
Kasus kekerasan terhadap anak banyak terjadi di Indonesia. Beberapa kekerasan pada anak diantaranya penyiksaan fisik, pelecehan seksual, pengabaian, memberikan teror kepada anak, eksploitasi pada anak, penyiksaan emosi, penolakan, orang tua yang bersikap acuh, mengasingkan anak, dan memberikan pengaruh buruk pada anak. Kasus kekerasan pada anak yang paling menonjol adalah pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa. Biasanya, anak-anak yang menjadi korban dari kekerasan ini berusia 5-16 tahun. Rata-rata pelakunya adalah pria dewasa yang mempunyai kelainan seks. Para pelaku bukanlah orang jauh, melainkan tetangga ataupun orang dekat yang biasa beraktifitas di lingkungan yang sama.

Seperti pada kasus yang terjadi di Kota Depok, seorang kakek tiga cucu tega mencabuli anak dibawah umur. Pelaku bernama Rachmat, yang berprofesi sebagai sopir antar jemput anak sekolah. Menurut Kasat Reskrim Polresta Depok Kompol Putu Kholis Aryana, korbannya adalah dua orang anak berusia 5 tahun dan 7 tahun. Kasus ini terungkap setelah orang tua korban merasa terhadap gerak-gerik anaknya yang mulai berubah. Kemudian orang tua korban menanyakan apa yang terjadi dengan anaknya, dan dari situlah anak bercerita apa yang telah dialaminya. Pelaku mengaku khilaf dengan perbuatan yang dilakukannya. Ia sudah 6 kali melakukan aksinya dan tindakan tersebut ia lakukan setelah pulang sekolah. Pelaku dijerat Pasal 83 UU No 35 tahun 2014 tentang pencabulan anak di bawah umur, dengan ancaman penjara di atas lima tahun.(Sindonews.com). Dari kasus tersebut terbukti bahwa di Indonesia masih terjadi kekerasan pada anak.

Pelecehan seksual terjadi karena beberapa faktor diantaranya keluarga yang tidak harmonis, benci terhadap anak, korban mudah ditaklukan, hasrat seks yang tidak bisa disalurkan, mempunyai riwayat kekerasan seksual pada masa kecil sehingga pelaku ingin membalasnya ketika ia dewasa, pernah menyaksikan kekerasan seksual pada anggota keluarga lain saat masih kecil, ketergantungan obat-obat terlarang, faktor kemiskinan, kelainan seksual dari pelaku. Salah satu faktor yang benar-benar harus diwaspadai adalah penggunaan media elektronik yang tidak sesuai dengan fungsinya. Melalui gadget, anak-anak dan orang dewasa dapat dengan mudah meniru apapun yang mereka lihat. Apalagi, segala konten mudah diakses melalui internet. Maka dari itu peran orang tua sangat penting dalam menjaga anaknya. Orang tua hendaknya mendampingi anak-anaknya dalam bermain gadget.

Selain peran orang tua, pihak pemerintah pun harus ikut andil dalam menangani kasus kekerasan pada anak. Pemerintah daerah seharusnya memberikan pengetahuan dan bersosialisasi langsung kepada masyarakat tentang kekerasan pada anak agar tidak menimpa anak-anak mereka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban untuk membangun mental warga. Jangan sampai anak-anak menjadi korban kekerasan. Justru hak anak harus dipenuhi, seperti mendapatkan pendidikan, perlindungan, kesehatan, kasih sayang, makanan dan minuman yang bergizi, berekreasi, dan bermain. KPAI menyatakan provinsi dengan jumlah aduan kekerasan pada anak terbanyak, dan juga pengawasan kasus yang viral di media yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Lampung, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggaara Barat (NTB).

Penegak hukum harus menindak secara tegas para pelaku kekerasan terhadap anak. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Tindakan tegas tersebut untuk memberikan efek jera sehingga kekerasan terhadap anak tidak terjadi lagi.

Kekerasan seksual pada anak mengakibatkan beberapa dampak antara lain depresi, trauma, kegelisahan, dan cedera fisik. Anak yang mengalami trauma sangat berpengaruh terhadap kehidupannya di masa datang. Ketika psikolog anak terganggu maka akan mengganggu atau berpengaruh dalam kehidupan siosial serta aktivitas sehari-hari. Anak akan menjadi takut terhadap segala bentuk kekerasan, bahkan yang terkecil sekalipun misalnya suara-suara keras, dan pembicaraan yang bernada tinggi. Selain itu anak akan menjadi pendiam, murung, dan mudah menangis. Ketika dalam keadaan ramai pun anak bisa tidak menunjukkan raut muka yang ceria. Padahal anak-anak identik dengan keceriaan..

Bila kekerasan pada anak tidak segera dihentikan, maka masalah ini tidak pernah terselesaikan. Memberi kebencian kepada anak sama saja memupuk benih baru untuk menumbuhkan manusia-manusia pembenci. Anak-anak yang mendapat perilaku buruk dari orang tua atau orang-orang di sekitarnya terkadang membentuk sebuah prinsip untuk mencontoh di kemudian hari. Namun beberapa anak membuat prinsip yang berbeda, mereka memandang perilaku yang dibuat orang tua atau orang-orang di sekitarnya terhadap dirinya adalah buruk, dan tidak patut untuk ditiru, dan anak seperti ini sangat langka.

Kasus kekerasan anak memang cukup sulit dihentikan ketika orang tua yang melakukannya. Hal itu disebabkan ranah keluarga adalah ranah yang privat. Ranah ini tidak bisa dimasuki oleh setiap orang, kecuali dari sanak saudaranya. Banyak cara untuk menolong anak-anak yang mendapat perlakuan keras dari orang tuanya. Pertama dengan cara memberitahukannya dengan sanak saudara dari kerabat anak tersebut. Jika sulit untuk menemukan mereka, orang yang peduli dan hendak menolong, bisa melaporkannya kepihak perlindungan anak.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Jurnalis Muda © DKP (Mala) - 2018