Pages

Banner 468 x 60px

 

Jumat, 02 Februari 2018

AKU GENERASI YANG HARUS KALIAN LINDUNGI

0 komentar
Anak adalah aset negara yang harus dilindungi. Mereka merupakan generasi penerus yang akan menentukan kemajuan dan perkembangan bangsa. Oleh karena itu, anak harus mendapatkan perhatian, perlindungan, juga didikan dari pihak berwajib supaya dapat tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan. Banyak di antara mereka yang hidup di keluarga yang berkecukupan keinginan mereka dapat tercukupi namun orang tua tidak memikirkan akibat yang akan terjadi dikemudian hari.

Seiring berkembangnya zaman, anak-anak masa kini dimanjakan dengan alat telekomunikasi yang begitu canggih. Autis. Ya. Akibat kemajuan teknologi tersebut sebagian anak menjadi pribadi yang autis. Banyak di antara mereka yang sibuk dengan dunianya sendiri. Seringkali mereka berada di keramaian tapi tidak jarang pula mereka terlihat seperti hidup tanpa orang lain. Mereka jadikan dunia maya sebagai ajang berbagi, hal pribadi sekalipun. Peristiwa demikian sangat memprihatinkan. Mereka tidak menyadari sedang berada di lingkungan yang juga bisa dijadikan ajang berbagi yang lebih nyata.

Perkembangan zaman dan semakin pesatnya teknologi diharapkan dapat menjadi media dan batu loncatan anak-anak untuk mengakses pembelajaran atau memperoleh pendidikan dengan lebih mudah. Namun sangat di sayangkan hal tersebut tidak sama sekali dijadikan media positif. Justru sebaliknya, dengan perkembangan zaman dan teknologi yang sangat canggih memberikan peluang kepada anak-anak dan lebih cenderung anak yang menginjak remaja untuk melakukan kenakalan-kenakalan yang tak terduga.

Kenakalan yang menimpa anak remaja menumbuhkan beberapa faktor yang dapat membahayakan dirinya sendiri, misalnya merusak moral dan sopan santun, eksploitasi anak bahkan kekerasan seksual yang dapat merusak dan fatal sekali akibatnya.

Menurut Al Bantani (2015) Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menegaskan, kekerasan pada anak sudah sangat mengerikan dan bisa dikatakan pada tahap darurat. Fakta itu terungkap dari data kekerasan yang diterima Komnas Perlindungan Anak setiap tahun cenderung meningkat. Berdasarkan laporan yang diterima Komnas PA, laporan pada akhir tahun 2013 menunjukkan angka tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak, yakni sebanyak 3.023 kasus pelanggaran, 1.620 anak (58 persen) menjadi korban kejahatan seksual. Dilihat dari klasifikasi usia, dari 3.023 kasus tersebut, sebanyak 1.291 kasus (45 persen) terjadi pada anak berusia 13 hingga 17 tahun, korban berusia 6 hingga 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 persen), dan usia 0 hingga 5 tahun sebanyak 849 kasus atau 29 persen.

Ini membuktikan bahwa kejahatan seksual lah yang paling tinggi angka pelanggarannya. Di Indonesia kesadaran terhadap perlindungan anak memang sangat rendah, bahkan bisa dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara darurat kekerasan pada anak.

Sebagian orang yang tidak paham dan tidak peduli betapa pentingnya melindungi generasi bangsa menjadikan anak malang sebagai ladang untuk di petik buahnya. Mereka di manfaatkan sebagai alat mendapatkan uang dan mendapatkan kepuasan.

Kejahatan seksual yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan gangguan psikis pada dirinya bahkan mereka tisak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Namun anak yang melakukannya pun tidak menyadari apa yang telah menimpa dirinya merupakan salah satu pelecehan yang akan menurunkan dan merusak moral posotif yang ia miliki.

Hal yang lebih memperihatinkan lagi adalah fakta bahwa sebagaian pelaku pelecehan seksual ternyata adalah para oknum atau elemen pemerintah yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi anak. Banyak berita beredar bahwa sekolah sekarang bukanlah tempat belajar yang aman lagi, banyak pelecehan seksual sekarang dilakukan oleh para guru yang seharusnya menjadi contoh teladan yang baik tetapi malah berbuat keji.

Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban kekerasan anak dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu, Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa, dampak kekerasan anak yang meliputi pelecehan seksual, secara fisik maupun psikis akan sangat mempengaruhi pertumbuhan korbannya. Selain mempengaruhi pertumbuhannya, pelecehan seksual terhadap anak juga akan mengubah sikap dan pola pikir pada korbannya. Dikehidupan sehari-harinya anak yang pernah menjadi korban pelecehan seksual akan menjadi lebih suka menyendiri, menarik diri dari pergaulan, dan hidupnya dirundung rasa takut juga rasa cemas. Anak yang dulu pernah menjadi korban kekerasan, di masa dewasanya sangat berpotensi besar untuk menjadi pelaku kekerasan.

Salah satu upaya untuk mengurangi kekerasan seperti di atas adalah dengan adanya peran orang tua untuk membimbing dan mengawasi anak baik dalam segi pendidikan, pergaulan dan permainan anak. Terutama anak yang hidup di lingkungan berbau teknologi Orang tua tidak serta merta harus 100% menuruti keinginan anak. Karena walau pun anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah tidak menutup kemungkinan energi negatif akan terbatasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak harus mendapatkan pengarahan, pengawasan, juga perlindungan dari berbagai pihak. Seperti peran orang tua dan pemerintah. Supaya anak tidak terjerumus pada kenakalan yang sedang marak terjadi dan tidak menjadi sasaran kekerasan selanjutnya.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Jurnalis Muda © DKP (Mala) - 2018