Pages

Banner 468 x 60px

 

Selasa, 20 Februari 2018

Meningkatkan Budaya Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar Pada Kalangan Pemuda di Indonesia

0 komentar
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar sumpah pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada undang-undang dasar kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia bisa disebut sebagai bahasa ibu, karena kedudukannya paling tinggi diantara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing punya ciri khas tersendiri. Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam-macam penuturannya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu akan terelakan karena kita pun dapat mengubah bahasa secara berencana. Kecenderungan mengunggulkan identitas asing akhir-akhir ini telah menjadi-jadi, tidak terkecuali bahasa. Hampir setiap gedung-gedung megah di Indonesia, terpampang tulisan-tulisan asing sebagai lambang kemodernan, sedangkan pemakai bahasa Indonesia dianggap kampungan atau tidak keren dan telah ketinggalan zaman. Sikap yang demikian ini tentu akan melunturkan citra dan identitas bangsa. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di zaman sekarang sungguhmemprihatinkan. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang, memaksa para kaum muda di zaman sekarang kurang memperdulikan penggunaan bahasa Indonesia yang tepat. Anak muda sekarang lebih cenderung menggunakan bahasa atau ungkapan yang sedang ngetrend di seluruh dunia. Pengaruh sosial media dapat memenuhi aspek fungsi definisi bahasa Indonesia yang tepat. Untuk menanamkan kembali bahasa Indonesia yang baik dan benar harus dilihat dari faktor-faktor penyebab menurunnya popularitas bahasa Indonesia pada kalangan pemuda, dan mengupayakan mencari solusi terbaik untuk perkembangan bahasa Indonesia.

Pembakuan Bahasa

Awal mula pembakuan bahasa di sebuah negara terdapat istilah situasi diglosia yang berarti suatu situasi bahasa di mana terdapat pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di masyarakat. Yang dimaksud ialah bahwa terdapat perbedaan antara ragam formal atau resmi dan tidak resmi atau non-formal. Di dalam situasi diglosia ada tradisi keilmuan yang memiih ragam pokok yang tinggi sebagai dasar usaha pembakuan. Di Indonesia pun terjadi, bahkan dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan untuk mendarkan penyusunan tata bahasa itu pada ragam tinggi bahasa tulisan. Karena adanya situasi diglosia tersebut yang merupakan cikal bakal lahirnya bahasa baku di Indonesia.

Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia di Sekolah

Berbicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Hal ini mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara akan lebih efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Maka bagi siswa bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga berfungsi untuk mencapai tujuannya. Sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia keterampilan berbicara merupakan kompetensi yang harus diujikan sesuai jenjang kelasnya. Keterampilan berbicara bahasa Indonesia di sekolah dasar ini hanya terwujud pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas saja. Dalam kompetensi umum mata pelajaran bahasa Indonesia SD aspek berbicara mengungkapkan indikator-indikator yang berhubungan dengan mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan, berpidato, berdialog, menyampaikan pesan, bertukar pengalaman, menjelaskan, mendiskripsikan, bermain peran, dan percakapan yang hanya dilakukan dalam pembelajaran saja.

Keterampilan berbicara bahasa Indonesia yang berhubungan dengan keseharian tidak pernah diukur dan dinilai. Para siswa dibiarkan berbicara menggunakan bahasa daerahnya masing-masing, padahal bahasa resmi yang digunakan pada pendidikan adalah bahasa Indonesia.

Sungguh ironis bila hal ini dibiarkan berlarut-larut pada setiap lembaga pendidikan. Kadang lembaga pendidikan lebih merasa bangga bila dapat mengembangkan bahasa asing lebih maju daripada mengembangkan bahasa Indonesia, seperti kata pepatah “kacang lupa kulitnya.“ Ini adalah bukti konkret pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah belum bisa mempraktikkan dalam kesehariannya. Ketika digunakan dalam percakapan sering sekali dijumpai berbicara dengan bahasa dialeknya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bagi para guru untuk menentukan kebijakan supaya pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya di kelas tetapi juga di luar kelas.

Hambatan Berbicara Bahasa Indonesia dalam Keseharian

Dalam kegiatan sehari-hari aktifitas kita menggunakan bahasa, baik memakai bahasa lisan maupun bahasa tulisan dan sebagai bangsa Indonesia kita mempunyai bahasa Indonesia yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, banyak penggunaan Bahasa Indonesia, lisan maupun tulisan yang menyalahi kaidah yang ada. Dari tulisan di toilet terminal hingga tulisan papan nama Kementerian, mungkin masih banyak kesalahan di sana-sini. Ada yang beranggapan bahwa globalisasi-lah yang seharusnya mendorong kita untuk semakin meng-internasional-kan kebiasaan, termasuk penggunaan bahasa, jadi sekarang boleh dikatakan (kasarnya) semuanya “serbaEnglish“.Padahal, penggunaan English pun masih sering ada yang sekedar tulis tanpa yakin betul bahwa penulisaan dan ejaannya benar. Di Jogja ada banyak kasus semacam ini, padahal Jogja termasuk daerah yang mengakomodasi wisatawan asing paling banyak. Dan kalau kita perhatikan ada beberapa sikap destruktif sebagai pemakai bahasa Indonesia terhadap bahasanya.

Hal ini tercermin ketika dalam pergaulan sehari-hari mereka enggan berbicara bahasa Indonesia bahkan dengan lugasnya berbicara seenaknya. Mereka lupa bahwa penggunaan bahasa Indonesia dipakai pada bahasa resmi lembaga pemerintah dan pendidikan. Hal ini juga terjadi di sekolah-sekolah dari jenjang SD-SMA, mereka para guru tetap menggunakan bahasa daerahnya. Jarang sekali mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara dengan teman guru atau bahkan dengan para siswanya. Sikap-sikap tersebut diantaranya :

Sikap yang lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa Indonesia ( bahasanya sendiri)
Sikap seperti ini muncul di antaranya disebabkan oleh suatu pendapat yang tidak tepat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara asing lebih maju dan lebih baik kondisinya daripada Indonesia. Oleh karena itu, sesutau yang berasal dari negara asing itu, baik berupa hasil teknologi, budaya, termasuk di dalamnya bahasa, berarti hebat. Agar dirinya dianggap hebat maka ciri-ciri atau sesuatu ysng berasal dari negara asing itu harus ia perhatikan. Di antaranya melalui perilaku berbahasa. Akibatnya, tidak sedikit ia memasukkan kosa kata asing ke dalam tutur bahasa Indonesianya. Hasilnya, Anada dapat membayangkan sendiri bahasa Indonesia orang itu.

Belum adanya penilaian bagi siswa yang berbicara bahasa Indonesia.

Keadaan yang demikian menimbulkan sikap apatis pada diri siswa karena merasa tidak ada gunanya baik yang berbicara bahasa Indonesia maupun yang tidak. Belum adanya pengawasan dan penilaian dari guru dalam pelaksanaan berbicara bahasa Indonesia di luar kelas mengakibatkan siswa acuh dalam mempraktikkannya. Sehingga perlu adanya model penilaian yang nyata dalam percakapan sehari-hari.

Tidak adanya program berbahasa Indonesia dari lembaga pendidikan.

Untuk sementara ini pada setiap lembaga pendidikan belum ada yang mempunyai inisiatif memberlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Entah karena gengsi atau merasa bahasa Indonesia tidak terkenal.Padahal dikatakan oleh Profesor Yang Seung- Yoon, Ph.D dari Hankuk University of Foreign Stidiudies, Seoul, Korea, berpandangan bahwa bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa internasional, setidaknya di Asia (M. Doyin, 2006). Pandangan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa kedudukan bahasa Indonesia di mata negara lain memiliki potensi untuk berkembang. Oleh karena itu, kebanggaan terhadap bahasa Indonesia harus kita pupuk sedini mungkin sebagai wujud penghargaan kita terhadapnya, sehingga ke depan kita dapat berharap bahasa Indonesia menjadi besar.

Upaya Meningkatkan Budaya Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar Meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia

Meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia di segala sektor kehidupan.Dengan semboyan maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah mendalam

Meningkatkan kebanggaan terhadap bahasa indonesia
Apabila kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia “akan ditelan” oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era globalisasi ini.

Melestarikan tata cara berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar

Jika kita tidak melestarikan tata cara berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka bangsa kita ini akan terjajah oleh bangsa asing, karena apa yang dibicarakan dalam kehidupan sehari-haripun kita sudah tidak memakai bahasa Indonesia. Semua itu sama saja kita sudah terjajah oleh bahasa asing. Dampak lain yang tadi dikatakan bahasa Indonesia sudah tidak akan diapakai lagi mungkin akan hilang, dan bisa-bisa dampaknya akan berpengaruh kepada kebudayaan bangsa kita.

Melestarikan Bahasa Indonesia dengan UKBI

Suatu saat akan ada persyaratan khusus yang akan dilampirkan oleh pelamar kerja selain tes TOEFL. Lampiran tersebut adalah kemampuan seseorang tentang penggunaan bahasa Indonesia atau lebih dikenal dengan Uji Kemampuan Bahasa Indonesia (UKBI). Layaknya TOEFL, UKBI juga memiliki serangkaian materi yaitu mendengar, membaca, menulis, berbicara, dan merespon kaidah kebahasaan. UKBI yang memiliki surat keputusan Mendiknas nomor 152/U/2003 tersebut memiliki kategori istimewa, sangat unggul, unggul, madya, semenjana, marginal, dan terbatas. UKBI hadir untuk menevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia baik secara tulis maupun lisan. Dalam realisasinya memang masih terbatas untuk para pekerja asing yang hendak bekerja di Indonesia. Ternyata banyak dari mereka yang berhasil menguasai instrumen bahasa Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemakaian ejaan dan tanda baca.

Berperan aktif dalam mengembangkan Bahasa Indonesia.

Sebenarnya kegiatan seperti ini salah satu cara melestarikan bahasa Indonesia. Dengan kegiatan tulis menulis seperti ini membuat para generasi muda lebih mengerti bagaimana cara memakai Bahasa Indonesia dengan benar, mengerti kenapa bahasa Indonesia itu perlu dilestarikan dan yang paling penting kita semua bisa menghargai bahasa Indonesia.



                                                      SIMPULAN DAN SARAN

Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian (walaupun bahasa indonesia memiliki banyak kelebihan). Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.Untuk itu kita harus melestarikan bahasa, kita bahasa indonesia sejak dini mungkin.Pelestarian tersebut perlu adanya peran dan partisipasi semua lapisan masyarakat. Selain itu diperlukan juga metode jitu untuk memperkuatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Jurnalis Muda © DKP (Mala) - 2018